Beredar produk mengandung babi walau bersertifikat halal telah menjadi sorotan setelah Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan sembilan produk pangan olahan yang mengandung unsur babi atau porsin. Ironisnya, dari sembilan produk tersebut, tujuh di antaranya telah memiliki sertifikat halal. Penemuan ini merupakan hasil koordinasi antara kedua lembaga untuk memastikan kebenaran klaim kehalalan produk pangan yang beredar di pasaran.
Temuan Mengejutkan: 9 Produk Mengandung Porsin
Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan oleh BPJPH dan BPOM, sembilan produk pangan olahan diketahui tidak memenuhi syarat kehalalan setelah melalui rangkaian pengujian di laboratorium. Pengujian ini fokus pada parameter DNA dan peptida spesifik porsin (babi).
- Azealia Banks Sebut Indonesia “Tempat Sampah Dunia”, Kritik Pedas atau Arogansi Rasis?
- Polisi Ungkap Kronologi dan Modus Kejahatan Seksual Dokter PPDS Unpad: Korban Diduga Lebih dari Satu, Ini Fakta Lengkapnya
- Kasus Pelecehan Seksual oleh Dokter Residen UNPAD: Modus Operandi, Bukti Alat Kontrasepsi, dan Langkah Hukum yang Diambil
- Amalan Saat Tak Ada Jalan Keluar: Panduan dari Ustadz Adi Hidayat
- Manfaat Kacang Mete bagi Pria: Sumber Nutrisi untuk Tubuh yang Lebih Sehat
Kepala BPJPH, Haikal Hasan, menjelaskan bahwa tujuh produk yang telah bersertifikat dan berlabel halal tersebut telah diberikan sanksi berupa penarikan barang dari peredaran. Sementara itu, dua produk lainnya yang terindikasi tidak memberikan data yang benar dalam registrasi produk telah mendapatkan sanksi peringatan dari BPOM dan diinstruksikan untuk segera menarik produk dari peredaran.
“Masalahnya yang terjadi adalah tercantum halal tapi mengandung unsur babi. Itu masalahnya sehingga kita harus mengambil tindakan. Ini sudah hampir mampir-mampir ke ranah-ranah penipuan terhadap ingrediens,” ungkap Haikal Hasan.
Produk Masih Ditemukan di Pasaran
Meskipun telah diinstruksikan untuk ditarik dari peredaran, tim investigasi TV One masih menemukan beberapa produk tersebut dijual bebas di minimarket. Dari penelusuran yang dilakukan, produk-produk tersebut umumnya berupa snack marshmallow yang dapat dengan mudah ditemukan di minimarket di sekitar Jakarta.
Hal ini tentunya menimbulkan keresahan di masyarakat, terutama bagi konsumen Muslim yang mengandalkan label halal sebagai jaminan keamanan produk yang mereka konsumsi. Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana produk yang mengandung babi bisa mendapatkan sertifikat halal.
Kronologi Pengujian dan Temuan
Haikal Hasan menjelaskan bahwa temuan ini bukan hasil yang tiba-tiba. BPJPH dan BPOM melakukan pengecekan secara berkala terhadap produk-produk yang beredar di pasaran.
“Kami lakukan pengecekan berkala dan mitra kami utama yaitu BPOM juga melakukan hal yang sama. Jadi ini bukan temuan yang tiba-tiba dan jangan pula diangkat sebagai kasus yang menghebohkan,” jelas Haikal.
Proses pengujian dilakukan selama tiga bulan berturut-turut dengan melibatkan laboratorium BPJPH dan BPOM. Setelah tiga kali pengujian yang konsisten menunjukkan hasil positif mengandung porsin, barulah BPJPH mengumumkan temuan tersebut kepada publik.
Kemungkinan Penyebab: Perubahan Ingrediens?
Mengenai bagaimana produk yang sudah bersertifikat halal bisa mengandung unsur babi, Haikal Hasan menyebutkan beberapa kemungkinan:
- Adanya perubahan ingrediens setelah mendapatkan sertifikasi halal
- Metode pemeriksaan pada tahun 2021 (saat sertifikat diterbitkan) yang belum memenuhi persyaratan yang baik
“Produk yang ditayangkan itu mendapatkan sertifikat halal di tahun 2021. Nah, sepanjang 2022, 2023, 2024, ketika kita temukan saat ini (2025) dari sertifikat yang terbit tahun 2021 itu mengandung porsin, sehingga kita mesti teliti,” terang Haikal.
BPJPH sedang melakukan penelitian lebih mendalam untuk mengetahui apakah ini merupakan keteledoran, kesengajaan, atau ada faktor lain yang menyebabkan kontaminasi tersebut.
Tindakan yang Diambil BPJPH dan BPOM
Setelah memastikan bahwa produk-produk tersebut mengandung unsur babi, BPJPH mengambil beberapa tindakan:
- Memanggil semua produsen produk terkait
- Memberikan sanksi berupa penarikan produk dari peredaran
- Menetapkan batas waktu penarikan paling lambat 60 hari sejak pemanggilan
Namun, mengingat masih ditemukannya produk-produk tersebut di pasaran, BPJPH menyatakan akan melakukan tindakan lebih lanjut terhadap perusahaan-perusahaan yang masih belum mematuhi instruksi penarikan.
Pentingnya Pengawasan Bersama
BPJPH dan BPOM menegaskan akan terus melaksanakan pengawasan produk di lapangan sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Namun, mereka juga mengimbau masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pengawasan produk yang beredar.
“Yuk berperan aktif melakukan pertanyaan kepada para produsen yang masih berada di pasaran produk-produk yang sebenarnya tidak layak dikonsumsi oleh umat Islam alias haram,” ajak Haikal.
Sistem Jaminan Produk Halal
Untuk mencegah kejadian serupa terulang di masa depan, BPJPH menekankan pentingnya Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) yang harus diterapkan di setiap pabrik di Indonesia. Sistem ini bertujuan untuk melindungi konsumen, terutama umat Islam, dari produk-produk yang mengandung bahan tidak halal.
“Ini bukan urusan soal agama semata, tetapi ini untuk melindungi segenap bangsa. Sehingga yang ingin berusaha di Indonesia, yang ingin mendistribusikan atau menjual produk, cukup katakan kejujuran. Kalau itu halal, tuliskan halal. Kalau itu tidak halal, katakan mengandung babi. Itu saja yang dipersyaratkan,” tegas Haikal.
Kesimpulan
Temuan sembilan produk pangan olahan yang mengandung unsur babi padahal telah bersertifikat halal ini menunjukkan pentingnya pengawasan yang ketat terhadap produk-produk yang beredar di pasaran. Konsumen, terutama umat Islam, perlu lebih waspada dalam memilih produk makanan dan tidak hanya mengandalkan label halal yang tertera.
BPJPH dan BPOM terus berkomitmen untuk melindungi masyarakat dengan melakukan pengawasan rutin dan memberikan sanksi tegas bagi produsen yang melanggar ketentuan. Namun, partisipasi aktif masyarakat juga diperlukan untuk memastikan produk-produk yang beredar aman dan sesuai dengan klaim yang tertera pada kemasannya.
Kita semua berharap kasus serupa tidak terulang di masa depan dan semua pihak dapat lebih bertanggung jawab dalam menjaga kepercayaan konsumen, terutama dalam hal kehalalan produk yang sangat sensitif bagi umat Islam di Indonesia.