Kasus pelecehan seksual yang melibatkan seorang dokter residen anestesi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjadjaran (Unpad) di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung menjadi sorotan publik. Polisi telah mengungkap kronologi kejadian serta modus pelaku yang memanfaatkan posisinya sebagai tenaga medis untuk melakukan tindakan bejat tersebut. Parahnya lagi, korban diduga lebih dari satu orang.
Artikel ini akan membahas secara mendalam kronologi kasus ini, modus operandi pelaku, tanggapan pihak terkait, serta langkah-langkah yang diambil untuk memberikan keadilan bagi korban. Mari simak informasi lengkapnya berikut ini.
- Manfaat Kacang Mete bagi Ibu Hamil: Nutrisi Lezat untuk Kehamilan Sehat
- Manfaat Kacang Mete bagi Pria: Sumber Nutrisi untuk Tubuh yang Lebih Sehat
- Obat Herbal untuk Sesak Nafas: Solusi Alami dari dr. Zaidul Akbar
- Bahaya Kecanduan PORNO & ONANI Ke Tubuh dan Otak: Fakta Ilmiah yang Perlu Diketahui
- Kasus Pelecehan Seksual oleh Dokter Residen UNPAD: Modus Operandi, Bukti Alat Kontrasepsi, dan Langkah Hukum yang Diambil
Kronologi Kejadian: Modus Licik Pelaku dengan Dalih Transfusi Darah
Peristiwa mengerikan ini terjadi pada 18 Maret 2025 dini hari di gedung baru RSHS Bandung. Awalnya, korban sedang menunggu anggota keluarganya yang dirawat di rumah sakit karena membutuhkan transfusi darah. Pelaku, berinisial PIP atau Priguna Anugerah Pratama, yang merupakan dokter residen anestesi PPDS Unpad, menawarkan bantuan kepada korban untuk mempercepat proses transfusi darah.
Modus pelaku adalah dengan meminta korban untuk mengecek apakah golongan darahnya cocok dengan pasien. Setelah itu, korban dibawa ke lantai 7 gedung baru RSHS yang saat itu masih kosong. Di sana, pelaku meminta korban mengganti pakaian dengan alasan akan dilakukan tindakan medis. Namun, tanpa disadari korban, pelaku diduga menyuntikkan obat bius dan melakukan pelecehan seksual.
Setelah sadar, korban merasakan sakit dan langsung melaporkan kejadian ini kepada pihak keluarga. Tak butuh waktu lama, polisi segera menangkap pelaku pada 23 Maret 2025, dan kini statusnya telah ditetapkan sebagai tersangka.
Fakta Baru: Korban Diduga Lebih dari Satu Orang
Dalam konferensi pers yang digelar oleh Polda Jawa Barat, terungkap bahwa pelaku tidak hanya beraksi sekali saja. Berdasarkan hasil penyelidikan awal, polisi menemukan sejumlah barang bukti, termasuk obat-obatan dan alat kontrasepsi yang dibawa pelaku. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan pelaku direncanakan dengan matang.
Lebih mencengangkan lagi, pihak rumah sakit melaporkan ada dua korban lainnya yang juga mengalami kejadian serupa. Meskipun peristiwanya terjadi pada waktu yang berbeda, kedua korban tersebut telah melapor ke rumah sakit dan akan segera dimintai keterangan oleh polisi.
“Kami menduga pelaku sudah melakukan tindakan ini berkali-kali. Dari hasil keterangan sementara, ada dua korban tambahan yang sedang kami selidiki,” ungkap Kombes Surawan, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar.
Pelaku Melanggar SOP dan Etika Profesi Medis
Pihak RSHS Bandung menegaskan bahwa pelaku melanggar Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku di rumah sakit. Menurut Direktur Utama RSHS, pelaku memanfaatkan posisinya sebagai dokter residen untuk melakukan aksi tidak etis tersebut.
“Seharusnya ada dokter penanggung jawab pasien (DPJP) dalam setiap tindakan medis. Namun, pelaku beroperasi di luar SOP dengan membawa korban ke area yang tidak sesuai prosedur,” ujar pihak rumah sakit.
Selain itu, pelaku bukanlah karyawan tetap RSHS, melainkan mahasiswa PPDS Unpad yang tengah menjalani pendidikan spesialis anestesi. Universitas Padjadjaran sendiri telah mengambil tindakan tegas dengan memberhentikan pelaku dari program pendidikan dan melarangnya beraktivitas di lingkungan kampus maupun rumah sakit.
Ancaman Hukuman dan Langkah Pendampingan Korban
Atas perbuatannya, pelaku dijerat dengan Pasal 6C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Ancaman hukuman maksimal untuk pelaku adalah 12 tahun penjara. Polisi juga membuka hotline pengaduan bagi korban lain yang mungkin belum melapor.
Rektor Unpad, Arif Karta Sasmita, menyatakan keprihatinan mendalam atas kejadian ini. Ia menegaskan bahwa universitas akan memberikan pendampingan psikologis kepada korban dan berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk memastikan keadilan ditegakkan.
“Kami sangat prihatin atas kejadian ini dan berkomitmen untuk mendampingi korban. Semoga kejadian serupa tidak terulang di masa depan,” kata Arif.
Refleksi dan Harapan untuk Sistem Perlindungan Pasien
Kasus ini menjadi alarm bagi semua pihak, terutama institusi kesehatan, untuk meningkatkan pengawasan terhadap tenaga medis. Meskipun telah ada SOP yang ketat, kasus ini membuktikan bahwa masih ada celah yang bisa dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggung jawab.
Bagi Anda yang merasa menjadi korban tindakan serupa, jangan ragu untuk melapor melalui hotline yang disediakan oleh Polda Jabar, Unpad, atau RSHS Bandung. Keadilan harus ditegakkan, dan pelaku harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Kesimpulan
Kasus pelecehan seksual yang melibatkan dokter PPDS Unpad ini merupakan tamparan keras bagi dunia medis di Indonesia. Dengan modus licik dan perencanaan matang, pelaku berhasil memanfaatkan posisinya untuk melakukan tindakan bejat. Namun, berkat kesigapan korban dan keluarga, pelaku akhirnya tertangkap.
Semoga kasus ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk lebih waspada dan proaktif dalam melindungi hak-hak pasien. Jika Anda memiliki informasi tambahan terkait kasus ini, segera laporkan melalui saluran resmi yang tersedia.
Sumber Berita: KompasTV Kupang
Tag: #KasusKekerasanSeksual #RSHS #Unpad #PelecehanSeksual #KeadilanUntukKorban